Tribratanews.sultra.polri.go.id – Sebanyak 1.328 botol oli Pertamina palsu diamankan oleh Subdit 1 Indagsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sultra. Oli tersebut merupakan hasil perkara memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan kondisi, keistimewaan, mutu, sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang tersebut dan/atau menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang sejenis yang diperdagangkan dan/atau memperdagangkan barang yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang tersebut merupakan hasil tindak pidana merek.
Selain mengamankan barang bukti, Ditreskrimsus juga mengamankan tersangka berinisial ET selaku pemilik CV. TM yang berkedudukan di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
Modus operandi yang digunakan nya yakni memperdagangkan barang berupa oli/minyak pelumas merek Pertamina, dimana oli tersebut pada kemasannya serupa dengan produk pelumas yang diproduksi oleh PT. Pertamina Lubricants.
Namun setelah dilakukan pemeriksaan/pengujian secara laboratorium terhadap sampel produk tersebut ternyata tidak sesuai dengan produk sejenis yang diproduksi oleh PT. Pertamina Lubricants baik dari segi kemasan maupun isinya.
Penemuan pelumas palsu tersebut berawal dari petugas Kepolisian Dit Reskrimsus Polda Sultra yang menerima surat pengaduan dari PT. Pertamina Lubricants perihal dugaan pemalsuan pelumas di wilayah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya personel Subdit I Indagsi menindak lanjuti surat pengaduan tersebut dengan melakukan penyelidikan.
Hasilnya, pada tanggal 20 Februari 2018 bertempat di sebuah ruko CV. TM milik tersangka ET, personel Ditreskrimsus menemukan tersangka memperdagangkan Oli merek Pertamina yang diperolehnya dari Surabaya, Jawa Timur.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tersangka dijerat pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf d dan e undang-undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan/atau Pasal 100 ayat (1) dan/atau pasal 102 UU RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).