Direktorat Reserse Kepolisian Air (Dit Pol Air) Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra), mengamankan 71 zak bahan baku peledak jenis Amonium Nitrat disebuah ruko yang terletak di Kecamatan Poleang, Kabupaten Bombana.
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto mengatakan, bahwa ada pengungkapan temuan puluhan zak bahan peledak bermerek Mitshubisi. Ia menjelaskan bahwa Amonium Nitrat emulsi batangan, digunakan sebagai bahan baku peledak adalah amonium nitrat yang berbentuk serbuk (chemical pure).
“Selain digunakan sebagai bahan baku peledak, Amonium Nitrat juga digunakan sebagai bahan baku untuk membuat pupuk nitrogen. Karena Amonium nitrat mengandung nitrogen sebanyak kurang lebih 35 persen,” kata Sunarto kepada sejumlah awak media, saat konferensi Pers di ruang Media Centre Polda Sultra, Selasa (20/9).
Sementara itu, Dirpolair Polda Sultra, Kombes Pol Andi Anugrah menjelaskan, Amonium tersebut merupakan bahan baku dasar untuk membuat pupuk, namun dalam penyalahgunaannya dapat dijadikan bom ikan. Penangkapan Amonium nitrate kali ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan sebelumnya yang hanya bom ikan saja yang diamankan.
“Kami dibantu Polres Bombana dalam pengungkapannya, Amonium tersebut dimasukkan dalam dua lapis karung 25 Kg. Dilapisan pertamanya diberi label Mitsubishi,” ungkap Dirpolair Polda Sultra, Kombes Pol Andi Anugrah kepada wartawan.
Ia menambahkan, jika sebelumnya pupuk Cap Matahari yang digunakan sebagai bom ikan setelah diolah dengan beragam bahan campuran lainnya sehingga menjadi bahan peledak, kali ini Amonium nitrate yang dipakai langsung tanpa campuran apapun.
“Dalam pupuk Cap Matahari ada kandungan Amonium nitrate nya dengan kadar rendah, nah Amonium yang ini sudah siap pakai. Kira-kira butuh 500 gram utk satu botol bom ikan,” tegasnya.
Amonium tersebut disita karena tidak memiliki ijin khusus untuk menyimpan dan menjual serta tidak memiliki surat-jual beli yg sah. Namun Andi Anugrah tidak merinci surat-surat seperti apa yang dimaksudkan olehnya.
Berdasarkan keterangan Dirpolair, tersangka yang berinisial BH (50) sebagai pemilik gudang yang juga ikut ditahan mengaku mendapatkan bahan peledak tersebut dari Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di NTT harga Amonium sebesar Rp 900 ribu per karung 25 Kg dan dijual seharga Rp 1,5 juta.
Dirpolair sangat mengkhawatirkan dampak penyalahgunaan Amonium jika tidak berada ditangan yang tepat. “Kalau digunakan untuk pupuk sama sekali tidak masalah, tapi kalau tujuannya dicampur bahan lainnya akan jadi bahan peledak low explosive,” tandas perwira tiga bunga dipundak tersebut.
Dengan banyaknya barang bukti yang disita, penyidik Direktorat Polisi Perairan kini tengah melakukan penyelidikan apakah ada oknum aparat yang terlibat dibalik semua ini.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, kepolisian masih melakukan pemeriksaan terhadap pemilik bahan peledak tersebut, serta memeriksa keterangan saksi-saksi.